Learn just to know, itu kita atau bukan?

Learn just to know, itu kita atau bukan?

Suatu ketika saat masih sering kulakan aksesoris komputer di kota satria, berapa bulan sebelum maraknya belanja online lewat shoope, bukalapak,lazada,toko pedia atau jakarta notebook, toko jakarta, voltapro dan lain sebagainya. kebetulan suplyernya ada di sebuah komplek perumahan, sayup-sayup tapi jelas aku dengar ceramah Pak ustadz yang sebenarnya namanya tidak asing, seorang sarjana alumni fakultas pertanian Universitas Jendral Soedirman. dan beberapa kali aku pernah ketemu saat masih kuliah dulu. dalam tausiyahnya beliau menjelaskan tentang budaya belajar orang Indonesia dan budaya belajar orang Jepang.

Orang Indonesia menurut beliau, kebanyakan cenderung belajar, sekolah dan lain sebagainya “just to know”, bahasa sederhananya sekedar untuk tahu saja (meski tidak semuanya), tetapi orang jepang, masih menurut beliau, kebanyakan dari mereka belajar “to do” atau “to Be” , sederhananya belajar ya untuk mempraktikan atau melakukan apa yang diperolehnya. contoh mudahnya lanjut beliau, orang Jepang ketika mau menyebrang di jalan, mereka akan mencari zebra cross atau tempat penyebarangan dan menundukan kepala tanda terimakasih. berbeda dengan orang kita, saat mau nyebrang ya asal nyebrang saja, gak peduli ada rambu-rambu penyebrangan atau tidak, ngerinya kadang sen kanan beloknya kiri dan lain sebagainya.

Pikir punya pikir, bener juga yah kata pak ustadz. di sekolah atau dilembaga-lembaga pendidikan lainnya kita diajarkan menjaga kebersihan, bahkan semboayan dalam agama kita:

ان الظافة من الايمان

“Kebersihan sebagaian dari Iman”

Kalau kita lebih jeli lagi, dalam kitab-kitab fiqh setiap kali kita ngaji, bab pertama biasanya membahas tentang Thaharah “sesuci”, sangat luar biasa sekali agama kita. ada kebersihan yang bersifat jasmaniah dan ada kebersihan yang bersifat ruhaniyah atau dalam bahasa tasawufnya sering disebut “Tazkiyah annafs”. kebersihan jasmaniyah menuntun kita untuk hidup bersih secara dhahir, sedangkan kebersihan ruhaniyah mengajarkan kita untuk menjaga kebersihan secara bathin, akal dan fikiran kita, hati kita bersih dari berbagai sifat buruk.

Coba kita lihat realitas di lapangan, banyak diantara kita yang masih membuang sampah sembarangan, padahal kita semua tahu bahwa itu tidak baik “we are know” iya toh? tapi malas untuk mempraktikannya. dampaknya lingkungan kita kotor dan tak enak dipandang mata, tapi sepertinya kita enjoy saja yah? hahahahhaa itu lah karakter learn just to know. kita tahu dampak buruknya membuang sampah sembarangan adalah bencana alam. kita tahu? tahu banget, kita mau ?.

ahir-ahir ini kita sering lihat livenya Kang Dedi Mulyadi alias KDM yang lagi sibuk-sibuknya bersih-bersih Jawa Barat, kita diperlihatkan bagaimana bahayanya menyamah sembarangan yang lama kelaman mengunung dan berefek banjir bandang. atau bagaimana beliau membersihkan institusi dari sampah-sampah oknum yang tidak bertanggung jawab. mungkin ini saatnya kita semua introspeksi diri, bahwa know saja tidak cukup.

Back to point.!

Ternyata enggak sesederhana itu yah kita memahami. dalam definisi wikipedia, Learning to know dimaksudkan sebagai suatu tipe belajar yang tidak hanya terbatas pada upaya memperoleh informasi yang telah terinci dan terstruktur sesuai dengan suatu sistem tertentu, tetapi lebih dari itu. dari defini ini saja mestinya kita bisa memhami bahwa learning to know jika kita pahami lebih dalam maka memiliki makna yang sangat luas dan mendalam.

Mungkin kita tidak lupa yah tentang empat pilar pendidikan ala UNESCO antara lain learning to know (belajar untuk tahu), learning to do (belajar untuk berkarya), learning to be (belajar untuk menjadi), dan learning to live togather (belajar untuk hidup bersama). empat pilar ini merupakan sesuatu yang berkesinambungan. atau dengan kata lain ada istilah pelevel an.

Jika kita masih belajar pada tahap learn to know, artinya level kita masih berada diurutan bawah, selanjutnya tentu kita harus naik level ke learn to do dan seterusnya. ini penting jika posisi kita masih dan terus berada pada level to know, maka kapan kita akan bisa berkembang dan maju. apalagi jika level kita just to know, seolah-olah kita hanya bertahan pada level to know saja, kita hanya belajar sekedar tahu saja, perkara nanti mau dipraktekan atau tidak itu bukan urusan kita. wah kalau prinsipnya seperti ini makan akan sangat berbahaya bagi kehidupan kita.

Disini mutlak peran pendidikan sangat menentukan, bagaimana sebuah lembaga pendidikan mampu memberikan pemahaman yang komprehensip kepada semua peserta didik bahwa learn to know saja tidak cukup perlua belajar untuk naik kel level yang lebih tinggi, untuk menjadi to do, to be dan live together. salah satu solusinya adalah dengan menerapkan kurikulum yang komprehensif dan praktis serta mapan. bukan hanya sekedar gonta ganti kurikulum begitu saja.